Minggu, 11 Juli 2010 | 20:57 SERANG - Ajuan Dinas Pendidikan (Dindik) Provinsi Banten, pada anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD-P) tahun 2010, dapat sorotan sejumlah kalangan.
Lantaran
selain dinilai tak tepat sasaran, peruntukan anggaran lebih dari Rp62
miliar tersebut, juga rentan terhadap penyelewengan.
Misalnya,
anggota DPRD Provinsi Banten, Agus R Wisas mengaku, kesal dengan sikap
Komisi V DPRD setempat, yang menganggap ajuan APBD-P yang datang dari
Dindik, tanpa masalah. Padahal sebaliknya, ia menilai, ajuan
Dindik pada APBD-P sangat rentan terjadi penyelewengan, dan juga
dinilai sebagai sikap pemborosan.
"Di kepala kita masih kuat
ingatan penilaian opini WDP dari BPK. Jika kita (dewan,red) meloloskan
ajuan anggaran Dindik yang peruntukannya sangat tak masuk akal, lalu
apa tugas kita disini,"tanya Agus kesal, ketika dihubungi, Minggu
(11/7).
Sekedar diketahui, Dindik Provinsi Banten mengajukan
anggaran lebih dari Rp62 miliar, dengan fokus kegiatan diperuntukan
bantuan buku tulis bagi siswa sekolah tingkat SD/SMP dan SMA
se-Provinsi Banten, pembuatan baliho sebanyak delapan buah, untuk
sosialisasi pendidikan, dan pembuatan kalender pendidikkan.
Berdasarkan
informasi, besaran anggaran yang diajukan Dindik Provinsi Banten untuk
mencetak kalender sebesar Rp597.000.000 dan juga pembuatan baliho bahan
sosialisasi sebesar Rp600.000.000.
"Peruntukannya saja sangat
mencurigakan. Jadi, saya kira tak ada alasan ini bisa diloloskan dalam
pembahasan di komisi terkait,"ujar Agus politisi PDI-P yang juga
anggota Komisi IV DPRD Banten.
Lebih jauh ia menilai,
menjelang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Banten 2011 mendatang, banyak
ajuan anggaran di sejumlah SKPD Pemprov Banten sangat mencurigakan.
Ia menyatakan kekhawatirannya, anggaran banyak penyelewengan anggaran pada tahun 2010 dan 2011 nanti.
"Saya
sangat yakin, kita tak pernah mendapat opini WTP (wajar tanpa
pengecualian,red), selama good will eksekutif maupun legislatif lebih
didominasi oleh kepentingan-kepentingan,"tandas Agus.
Senada dikatakan, Direktur Banten Coruption Watch (BCW) Provinsi Banten, Teguh Iman Prasetya.
Ia
menyatakan, ketidak percayaannya terhadap lembaga DPRD Banten, lantaran
sejauh ini fungsi control yang dimiliki lembaga tersebut telah
didikotomi oleh kepentingan eksekutif.
Parahnya, lanjut Teguh, lembaga yang memiliki tiga fungsi penting tersebut, juga menikmati dan memilih menjadi sekutu eksekutif.
"Saya kira konspirasi di antara mereka (eksekutif dan legislatif,red) bukan lagi
rahasia umum. Hanya saja memang tidak ada yang berani bicara ini.
Entah, saya bingung melihat kondisi di Banten ini,"tanya Teguh heran.
Kepala
Dindik Provinsi Banten, Eko Koeswara ketika dikonfirmasi, berkilah jika
peruntukan ajuan APBD-P berupa alat tulis, baliho dan kalender
merupakan pemborosan dan tak tepat sasaran.
Ia menyatakan,
peruntukan anggaran 3 item tersebut, sudah melalui kajian dan menyerap
keinginan masyarakat terutama peserta didik.
"Kata siapa buku
tulis tidak dibutuhkan. Banyak masyarakat kita yang masih sangat
membutuhkan buku tulis ini. Sementara baliho untuk sosialisasi
pendidikan dan untuk kalender yang dimaksud adalah kalender
pendidikan,"ujar Eko seraya menerangkan, selama ini kalender yang kita
miliki, kalender umum.
Sementara pengajuan yang dimaksud adalah
kalender pendidikan. "Misalnya berisi Hardiknas, Hari Buta Aksara dan
seterusnya. Banyak masyarakat yang belum tahu ini,"kilah Eko lagi.
Saat ditanya besaran anggaran untuk 3 kegiatan dalam ajuan APBD-P itu, ia enggan berkomentar.
Ketua
badan anggaran (Banang) Agus Puji Rahardjo saat dikonfirmasi,
membenarkan besaran anggaran yang diajukan Dindik Provinsi Banten dalam
APBD-P sebesar Rp62 miliar.
Bahkan sebelumnya, pengajuan anggaran Dindik hampir mencapai Rp100 miliar. Menurutnya, besaran anggaran tersebut, sebagai upaya bersama sebagaimana amanat UU Sisdiknas yakni anggaran pendidikan sebesar 20 persen.
Ketika
ditanya buku tulis, kalender serta baliho yang masuk dalam ajuan
Dindik, ia mengaku, melalui kajian internal Dindik hal itu sebagai
upaya memperingan beban siswa, dan sosialisasi serta kampanye
pendidikan.
"Kalau itu untuk memperingan beban siswa, kenapa tidak. Saya kira ajuan itu juga masih masuk akal,"ujar Agus. (yus)