Minggu, 11 Juli 2010 | 13:34 CILEGON - DPRD Kota Cilegon,
mengesahkan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaaan
APBD 2009 dalam sebuah rapat paripurna yang juga dihadiri Walikota
Cilegon Tb Aat Syafaat.
Tujuh atau semua fraksi yang ada di
DPRD, secara kolektif menyatakan dapat menerima pertanggungjawaban dari
pihak eksekutif tersebut.
Sementara itu, di satu sisi DPRD
melalui komisi-komisi saat ini masih melakukan pembahasan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemkot tahun anggaran 2009.
Menanggapi
itu, pengajar FISIP Untirta, Gandung Ismanto mengatakan, pengesahan
Perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tersebut menutup peluang
dilakukannya evaluasi secara objektif terhadap LHP BPK laporan keuangan
itu oleh komisi-komisi.
"Karna objeknya sama, yaitu sama-sama
APBD 2009, seharusnya pengesahan Perdanya dilakukan secara simultan
setelah semua rangkaian pendahulunya, termasuk pembahasan LHP BPK oleh
DPRD selesai," kata Gandung.
Dalam rapat paripuna beberapa waktu
lalu itu terungkap, SILPA (Sisa lebih penggunaan anggaran) APBD 2009
yang terseimpan di kas per tanggal 31 Desember 2009, sebesar Rp 15,7
miliar.
Jumlah tersebut didapat dari selisih antara surplus
realisasi pendapatan terhadap realisasi belanja yang sebesar Rp 29,3
miliar, dengan defisit pembiayaan yang sebesar Rp 13,6 miliar.
"SILPA
APBD 2009 sebesar Rp 15,7 miliar tersebut akan dimasukkan kedalam APBD
Perubahan 2010," kata Walikota Cilegon Tb Aat Syafaat dalam sambutannya.
Menanggapi
pengajuan persetujuan Perda tersebut, 7 fraksi yang ada memilih untuk
tidak menyampaikan pendangan akhir fraksi dengan cara dibacakan,
sebagaimana diagendakan sesuai Peraturan Tata Tertib DPRD Kota Cilegon.
"Kami tujuh fraksi yang ada sepakat untuk menyampaikan dokumen
pandangan akhir fraksi kami secara kolektif, mengingat pad intinya kami
dapat menerima pengajuan pengesahan Perda ini,"kata juru bicara Fraksi
Golkar, Iye Iman Nurohiman, saat dipersilahkan membaca pandangan akhir
fraksinya.
Tidak dibacakannya pandangan akhir fraksi tersebut,
kata Gandung, meski tidak melanggar ketentuan, namun tidak etis
dilakukan dari sisi kepatutan.
"Esensi yang hilang dari tidak
dibacakannya pandangan akhir fraksi tersebut adalah transparansi. Meski
DPRD bisa bilang masyarakat silahkan mengakses dokumen tersebut," kata
Gandung. (yus)